Pesona Kesenian Khas Sleman

Kemudian setelah saya mengulas sekilas tentang salah makanan/kuliner khas dari salah satu kecamatan di kabupaten Sleman,  Yogyakarta. Kini kita beralih untuk sharing tentang kesenian yang ada di Sleman. Meskipun Kesenian tari tradisional tidaklah banyak diminati oleh pengunjung, karena telah tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin hari makin banyak. Ba Sebenarnya ada begitu banyak kesenian khas Sleman, namun kali ini saya hanya akan mengulas 3 nama kesenian/tarian khas Sleman saja yang saya ketahui. Mau tau ada apa saja? Mari kita kupas!

1.       Tari Badui Kesenian Khas Sleman Yogyakarta

Tari Badui adalah salah satu kesenian yang berasal dari daerah Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tari ini merupakan jenis tarian rakyat yang menggambarkan suatu adegan peperangan atau serombongan prajurit yang sedang latihan perang. Dalam penyajian tari ini dilakukan secara kelompok  dan berpasangan.

Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman, kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab. Komposisi yang dipakai berbentuk barisan, Kadang-kadang membentuk dua barisan, kadang-kadang pula melingkar berhadapan. Fungsi dari kesenian ini di samping sebagai alat dakwah agama Islam juga hiburan bagi masyarakat.
Seni Badui yang kini masih hidup dan berkembang di daerah kabupaten Sleman kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab.

Kisah Kedatangan Kesenian Badui 

“Dulu ada orang Indonesia yang lama tinggal di tanah Arab. Selama di sana dia mengetahui dan banyak melihat kesenian Badui tersebut. Di samping itu, ia juga melihat kesenian suhanul Muslim, yaitu kesenian orang/bangsa Arab Quraisy. Kemudian setelah ia kembali ke tanah air, ia tinggal di desa Mendut, sebelah utara Borobudur/Kedu.
Di desanya ia mengembangkan kesenian Badui tersebut yang tema dan bentuknya masih sama dengan asal mulanya yang dilihat di tanah Arab, namun sementara itu ada bagian-bagian yang diselaraskan dengan keadaan masyarakat kita, terutama syair-syair dan kata-kata yang dilagukannya. Seni Badui yang sekarang ini telah banyak mengalami perkembangan terutama di dalam lagu dan syairnya.

2. Kesenian Trengganon atau Kuntulan Kesenian Khas Sleman


Trengganon atau kuntulan termasuk dari kesenian tarian rakyat yang sudah tua, yang sampai saat ini masih hidup walaupun sudah jarang sekali ditemui. Waktu dari kemunculan dari kesenian ini tidak banyak yang mengetahui. Para informan mengatakan bahwa jenis kesenian Trengganon atau kuntulan telah lama ada dan mereka hanya mewarisinya dari orang tua atau pun kakek mereka saja.
Seni Kuntulan termasuk kesenian atau tarian rakyat dikelompokan kedalam jenis tarian sholawatan dan jelas memiliki latar belakang Agam Islam. Tari-tarian rakyat yang termasuk dalam jenis Sholawatan diduga mulai muncul saat Agama Isam Mulai berkembang dan Meresap dikalangan masyarakat jawa sekitar abad ke XVI. Seni Kuntulan berbentuk tarian dan nyanyian yang bernafaskan Islam.
Iringan terdiri dari Rebana, Jidhor, dan Vokal. Kuntulan berasal dari Istilah Kuntul (Burung Bangau berbulu Putih) yang bercirikan keserempakan dan keseragaman selalu berkelompok dan jika terbang bisa membuat aneka konfigurasi diudara. Kesenian ini biasa dipentaskan diarena terbuka (halaman), jadi interaksi penonton sangat dekat dan bisa melihat secara detail dari gerak, hingga lagu yang dibawakan.
3. Kesenian Jathilan Khas Sleman


Jathilan merupakan salah satu seni tari dari puluhan bahkan ratusan kesenian yang ada di Jogjakarta. Banyak orang yang menyebut jathilan dengan istilah kuda lumping, kuda kepang, ataupun jaran kepang. Jathilan ini merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis dilengkapi dengan properti berupa kuda-kudaan. Disebut dengan jaran kepang (dalam bahasa indonesia kuda lumping) karena property kuda yang digunakan terbuat dari anyaman bambu. Dilihat dari asal katanya, jathilan ternyata berasal dari kalimat bahasa jawa, “jaranne jan thil-thilan tenan”, yang di artikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Kudanya benar-benar menari dengan banyak tingkah”.
Tidak ada sejarah yang mencatat asal-muasal dari kesenian jathilan ini. Banyak versi yang menceritakan bagaimana seluk-beluk dari kesenian tersebut. Kesenian ini sering kali selalu digambarkan dengan sebuah perjuangan seorang prajurit perang yang gigih melawan penjajah dengan menunggangi kuda. Salah satu dari sekian banyak cerita, jathilan berasal dari kisah perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan Belanda, ada pula yang mengisahkan tentang prajurit Mataram yang sedang mengadakan latihan perang (gladhen) dibawah pimpinan Sultan Hamengku Buwono I, demi persiapan mengadapi kolonialis Belanda. Kisah jathilan bukan hanya sekedar cerita, namun terdapat filosofis didalamnya. Jalan cerita utama dalam seni Jathilan merefleksikan berbagai problematika yang timbul dalam hubungan antara masyarakat kelas atas dan kaum pekerja. Kelas pekerja yang diwakili para penari kuda digambarkan tanpa aturan, tak henti-henti bergerak. Tidak hanya cerita yang memiliki versi yang berbeda, namun jathilan juga memiliki jenis yang berbeda di setiap daerah.

Pagelaran ini ditarikan oleh sekelompok anak muda yang jumlahnya 6-8 orang. Didalam jathilan ini, terdapat istilah yang menggambarkan gerakan-gerakan tubuh yaitu pacak golu (menggerakkan kepala ke kiri dan kanan), siring (bergeser kesamping dengan setengah berlari), njondil (melompat), berguling, bahkan sampai kerasukan. Jathilan diiringi dengan set alat musik tradisional gamelan seperti saron, kendang, dan gong. Saat kerasukan roh halus, jathilan sudah mencapai klimaksnya. Para penari berada dalam keadaan ndadi alias kerasukan roh halus. Mereka hampir tidak sadar dengan apa yang di lakukan, sehingga gerakan yang mereka lakukan kacau balau. Terkadang apa yang mereka lakukan sangat berbahaya dan tidak dapat dinalar oleh akal pikiran manusia contohnya makan beling atau serpihan kaca. Karena adegan yang berbahaya, jathilan ini memiliki seorang pawang untuk mengeluarkan roh halus dari tubuh para penari. Selain itu, tugas dari seorang pawang jathilan yaitu melakukan suatu ritual yang bertujuan untuk memohon ijin kepada Tuhan agar jalannya pertunjukan diberi kelancaran, serta mengucapkan “permisi” kepada makhluk lain yang berada di sekitar panggung jathilan agar tidak menggangu jalannya pertunjukan.
Bagaimana dari penjelasan di atas kita semakin tau bukan? Maka dari itu sebagai generasi muda zaman now saatnya untuk menjaga kelestarian banyaknya kesenian yang Indonesia miliki, terutama di daerah masing-masing. Untuk alangkah baiknya menghargai setiap karya dan seni tradisional dengan cara mengapresiasi dan melestarikannya agar tidak punah ditelan zaman modern. Sekian yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
















Sumber Referensi :

Sumber Foto : 
Gambar ini di ambil ketika ada pertunjukan kelompok Jathilan pemuda Hangesthi Turonggo Budhoyo di jalan kaliurang KM 10, Ngalangan, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ungkap Rahasia di Balik Upacara Adat Merti Dusun Mbah Bergas

Icip-icip Aneka Olahan Belut Khas Godean